Kamis, 06 September 2012

Hari-hari di Kota Belimbing



Kota belimbing. Yups itu adalah salah satu nama lain dari kota blitar, tempat bapak proklamator negara kita dimakamkan, Ir. Soekarno. Pengalaman berhargaku di kota tersebut terjadi pada tahun 2009, saat diselenggarakannya POSPEDA IV Provinsi Jawa Timur dimana kota blitar ditunjuk sebagai tuan rumah event bergengsi di provinsi jatim ini. Lomba yang berlangsung mulai dari tanggal 11-16 mei sangat berkesan bagi saya. Why? Selain menambah pengalaman saya dalam mengikuti perlombaan, juga menyumbangkan angka banyaknya kenalan-kenalan saya dari berbagai daerah di wilayah jawa timur khususnya, dan juga menambah daftar kota baru yang saya kunjungi yaitu kota blitar.

Perjalanan saya ke kota blitar bermula dari pemberitahuan dari pihak pesantren tempat saya belajar terkait adanya permintaan dari depag kota kediri untuk mengirimkan santrinya mengikuti POSPEDA IV dalam cabang seni berupa seni pidato. Pesantren saya yang memang cukup terkenal dengan program bahasa asingnya mendapat kepercayaan dari depag untuk memilih santrinya yang akan menjadi delegasi kontingen kota kediri di POSPEDA. Akhirnya ditunjuklah 3 santri putra dan 3 santri putri yang akan mengikuti lomba pidato bahasa arab, bahasa inggris, dan bahasa indonesia. Awalnya, bukan saya yang ditunjuk untuk mengikuti pidato bahasa arab. Tapi, karena persyaratan batas umur yang tidak dipenuhi oleh santri yang ditunjuk sebelumnya, saya lah yang diminta untuk menggantikannya. Ini terjadi tepat saat saya kembali ke pesantren setelah liburan selama 2 minggu. Dengan bermodal niat dan nekat, saya pun menyanggupi permintaan pihak pesantren untuk mengikuti lomba pidato. Informasi yang saya dapat mengenai lomba ini adalah peserta harus menyiapkan 5 naskah pidato dengan tema yang berbeda-beda dan harus menghapalnya. Diantara tema yang masih saya ingat adalah tentang narkoba, teknologi, kebudayaan, dan 2 tema lainnya. Alhasil, saya pun mulai beraksi meminta bantuan berbagai pihak untuk membuatkan naskah pidato. Dari 5 naskah yang disyaratkan, saya baru membuat 3 naskah dan hanya 2 yang benar-benar menguasainya. Bimbingan dan latihan pun saya ikuti demi kesuksesan saya saat lomba nanti. Tiap saat ketika jadwal kegiatan di pesantren tidak ada (saat-saat istirahat siang atau malam), saya dan teman-teman pun giat berlatih. Yups, saya sadar amanat yang saya emban kali ini bukan lagi dari pesantren tapi langsung dari pemerintah kota kediri.

Hari H pun tiba. Pagi setelah mengikuti pendidikan Al-Qur’an, saya dan teman2 pun bersiap untuk berangkat ke kota blitar. Eits, tapi sebelumnya kami pergi ke kantor depag untuk mengikuti upacara pelepasa kontingen. Kostum yang kami (kontingen kota kediri) pakai adalah kaos berwarna kuning, training hitam, dan topi berwarna putih. Saat upacara itulah saya baru tahu kalau ternyata dari 40 santri, hanya 4 yang berjenis kelamin perempuan, itupun 3 dari pesantren saya dan satunya lagi dari pesantren tetangga saya (masih dalam satu desa “Lirboyo”). Kami pun berangkat bersama2 dan langsung menuju tempat rehat yang telah disediakan panitia. FYI, tempat rehat yang didapatkan oleh kota kami kurang begitu ‘memuaskan’. Why-why? Pasalnya cukup jauh dari pusat kota dan hanya ada 2 kamar (untuk 40 orang, bisa dibayangkan gimana jadinya) dan karena itulah mushola yang ada di seberang tempat rehat kami pun menjadi tempat tidur dadakan (jangan ditiru ya!!!).

Sore setelah kami sampai di Blitar upacara pembukaan POSPEDA pun dilakukan. Tepat saat kami dalam perjalanan dari tempat rehat menuju stadion supriadi hujan turun dengan derasnya. Alhasil, kami keluar dari kendaraan dan masuk ke lapangan dalam keadaan basah (tp tidak sampai basah kuyup, karena kami cukup cerdik menghindari tetes air hujan J). Setelah sampai di lapangan, kami segera diminta untuk membuat barisan dan diberi papan bertuliskan “KOTA KEDIRI” (sebenarnya saat itu saya jadi teringat dengan daerah saya yg udah saya khianatin “KABUPATEN TEGAL”, tp ya...mau gimana lagi, di kota kediri lah saat itu saya menimba ilmu). Well, upacara pun dimulai dan dibuka oleh Gubernur Jawa Timur, Dr. H. Sukarwo, M.Hum dan diikuti oleh 750 official yang mendampingi atlet dari pesantren di 38 kabupaten/kota provinsi Jatim. Upacara berlangsung sangat meriah, mulai dari sambutan2, penampilan seni dan budaya jatim, pawai budaya-budaya khas kota blitar, aksi unjuk diri dari tiap2 kontingen, dan diakhiri dengan senam santri dari salah satu pesantren di kota blitar.


Hari berikutnya, peserta dari pesantren saya pun pergi ke UPT Perpustakaan Proklamator Bung Karno untuk survey tempat lomba cabang pidato 3 bahasa. Singkat cerita, saya dan teman2 sudah selesai maju berpidato dan langsung dapat mengetahui hasilnya yang ditampilkan di layar beberapa menit setelah maju. Dari situlah saya sudah dapat menyimpulkan bahwa saya tidak lolos ke babak berikutnya. Why? Karena meskipun nilai yang saya dapat cukup tinggi, masih ada beberapa peserta yang lebih tinggi dari nilai saya, ibarat kata ‘di atas langit masih ada langit’. Sebuah kalimat yang hingga kini masih terus saya pegang agar tidak menjadikan saya merasa lebih dari yang lain. Dari 6 orang yang berasal dari pesantren saya, ada 5 yang mengikuti perlombaan dan hanya 1 yang berhasil masuk babak final. Satu teman saya dinyatakan tidak lolos persyaratan administrasi karena ternyata umurnya melebihi batas maksimal yang ditetapkan panitia. 

Well, sambil menyelam minum air. Itulah peribahasa yang pas untuk rombongan peserta dari pesantren kami yang selagi ada kesempatan berkunjung ke UPT Bung Karno juga ziarah ke makam sang proklamator yang berada di belakang gedung utama perpustakaan. Selain itu, kami juga main2 di perpustakaan sambil melihat2 beraneka ragam buku, barang2 peninggalan sejarah, dan lain-lain. Dan tak lupa pula kami berfoto ria di sana. Kami juga berjalan terus ke belakang makam bung karno yang ternyata ada pasar batik di sana yang menjual beraneka ragam jenis batik dari yang termurah hingga termahal. Tak hanya pakaian, ada juga souvenir2 khas blitar dan aksesoris yang cocok untuk dijadikan oleh2. Namun, fenomena memprihatinkan juga kami temui. Dimana sepanjang jalan menuju pasar dipenuhi oleh mereka yang cacat fisik yang meminta-minta kepada siapapun yang melewatinya. Setelah selesai bergerilya di pasar tersebut, saya dan teman2 pun meneruskan perjalanannya ke sebuah kebun binatang yang cukup dekat dengan UPT Bung Karno. Disana beraneka ragam satwa dapat kami lihat (tapi tentunya tak selengkap di taman safari).

Selain diadakannya berbagai macam cabang perlombaan, ternyata dari panitia yang bekerja sama dengan pemda blitar mengadakan pameran besar2an yang cukup dekat juga dengan lokasi2 tempat perlombaan diadakan. Saya dan teman2 pun menyempatkan diri untuk mampir kesana. Dan ternyata disana cukup membuat kami pusing, why? Hampir semua barang yang dijual sukses menarik perhatian kami dan membuat kami pusing karena tidak punya cukup uang untuk membelinya L. Dalam pameran tersebut juga ada wahana permainan yang cukup seru, tapi lagi-lagi karena keterbatasan dana kami hanya masuk ke terowongan hantu yang ya..bisa dibilang gagal membuat kami ketakutan “_”.
Well, itulah sekelumit kisah perjalanan saya selama berada di kota blitar. Ups, ada satu lagi kisah unik yang saya alami di kota blitar. Saat itu saya dan teman2 sedang dlm perjalanan pulang dari pameran dan akan menuju ke tempat istirahat. Salah satu teman saya tiba2 saja berhenti dan ingin membeli martabak. Alhasil, kami pun ikut menemaninya untuk membeli. Usut punya usut, saya merasa tidak asing dengan logat si penjual. Akhirnya, saya pun memberanikan diri untuk bertanya, “aslinya mana mas?” “saya asli TEGAL, mbak”. Gubrak!!! Whooooaaaa.....!!! jauh-jauh ke blitar eh...ketemunya malah ama orang tegal yang jualan martabak (mending kalau si orang tegal tersebut jualan tahu aci khas tegal) L.

Satu hikmah yang dapat saya ambil dari gagalnya saya dalam mengikuti perlombaan, yaitu informasi yang jelas tentang lomba, persiapan mental, dan latihan lebih giat. Pasalnya, ya..jujur saja, saya tidak begitu paham dengan teknis perlombaan khususnya dalam hal persyaratan naskah yang harus dipersiapkan, juga mental saya yang masih kelas kacang alias ecek-ecek dan latihan yang bisa dibilang dalam waktu yang cukup singkat dan hmm...kurang begitu serius. Well, zai jian.....!!!
FYI:
Pekan Olahraga dan Seni Antar Pondok Pesantren Daerah (Pospeda) Jawa Timur ke- IV di Kota Blitar, tanggal 11 Hingga 16 Mei 2009, akan di buka langsung oleh Gubernur Jawa Timur Dr. H.  Sukarwo, M.Hum  Pembukaan akan berlangsung di Stadion Supriadi kota Blitar  Senin sore  11 Mei 2009  mulai sekitar pukul 15 .00 wib. Dengan mempertandingkan 11 cabang olahraga dan 5 cabang seni Pospeda yang mengangkat tema “Dengan semangat cinta tanah air kita sukseskan Pospeda Propinsi Jawa Timur IV tahun 2009 di Kota Blitar “ akan diikuti sekitar 3000 peserta dari seluruh kabupaten dan kota di Jawa Timur.
Dalam pospeda kali ini cabang olahraga yang dilombakan meliputi  atletik distadion Supriadi,  bola volley di lapangan SMA negeri 1 kota Blitar,  Bola Basket di SMP negeri 1 dan SMA Negeri 1 kota Blitar.  Tenis meja di Balai kelurahan Kepanjenkidul,  Pencak silat di Graha Patria,  Sepakbola di Lapangan kelurahan Bendo  Kauman dan Pakunden,  Bulu Tangkis di GOR Minarni,  Sepaktakraw di Gor Sukarno Hatta,  Karate Aula SMA Negeri 1 Blitar,  Catur di Balai Kelurahan Kepanjen Lor,  Senam Santri di Paseban aloon-aloon,  Sementara bidang seni  lomba cipta puisi terjemahan Al –Qur’an di Masjid Agung.  Qosidan Rebana dan Qosidah Alternatif di PIPP kota Blitar,  Kaligrafi Murni dan Seni Lukis di Aula Kecamatan Kepanjenkidul, Puitisasi terjemahan Al-Qur’an di PIPP,  Pidato tiga Bahasa di UPT Perpustakaan Proklamator Bung Karno kota Blitar.

0 komentar:

Posting Komentar