Minggu, 15 Juli 2012

Wo de Lao Shi

Kali ini saya akan menceritakan dua guru bahasa Mandarin saya waktu SMA. Sama dengan sekolah-sekolah yang lainnya, di SMA ku pun ada program unggulannya yaitu Bahasa Mandarin dan program pembelajaran berbasis IT, terutama laptop. Selama 3 tahun SMA, saya diajar bahasa mandarin oleh dua guru yang berbeda. Dua tahun pertama bersama Zheng Lao Shi dan setahun terakhir bersama dengan Isha Lao shi. Nah, saya akan menceritakan berbagai pengalaman belajar bahasa mandarin bersama kedua guruku yang paling semangat itu.



Pertama saya akan menceritakan tentang Zheng lao shi atau yang biasa dipanggil dengan nama “Maxim”. Maxim mempunyai semangat mengajar sangat tinggi, bahkan melebihi dari murid-muridnya. Satu poin plus lagi buat Maxim adalah kesungguhannya dalam mempelajari bahasa indonesia. Saya saja sangat malu dengan guruku yang satu ini, karena dia mampu mempelajari bahasa indonesia dengan cepat, sementara saya mempelajari bahasa mandarin sangat lambat. Selain itu, Maxim juga mempunyai cara mengajar yang oke banget. Maxim benar-benar memahami kemauan muridnya. Maxim juga mampu membuat kelas menjadi asyik dan mampu menarik perhatian murid-muridnya. Di sekolah, saya mendapatkan pelajaran bahasa mandarin satu minggu sekali selama 2 jam. Nah, satu jam pertama digunakan Maxim untuk melanjutkan pelajaran dan satu jam yang terakhir Maxim isi dengan berbagai kegiatan pembelajaran yang lain, antara lain belajar lewat aplikasi-aplikasi pembelajaran bahasa mandarin yang langsung Maxim datangkan dari China, mendengarkan cerita-cerita lao shi tentang kebudayaan china, nonton film mandarin bersama-sama, dan juga masih ada beberapa cara lain yang sifatnya kondisional, dalam artian sesuai dengan materi bahasa mandarin yang diajarkan. Misalkan jika sedang belajar tentang kebudayaan China yang sangat beraneka ragam, maka Maxim akan memutar video-video tentang festival budayan di China.

Maxim juga sangat menghargai waktu. Maxim benar-benar memanfaatkan waktu 2 jam itu dengan semaksimal mungkin. Bahkan meskipun hari itu Kediri sedang turun hujan dengan lebatnya, Maxim tetap semangat untuk pergi mengajar murid-muridnya yang padahal belum tentu juga murid-muridnya itu semangat untuk pergi ke sekolah. Saat-saat yang paling mengesankan juga ketika Maxim membimbing saya dan juga teman-teman saya untuk mengikuti lomba Chinese Bridge di Surabaya. Maxim sangat semangat untuk membimbing saya. Tiap malam mulai dari jam 7 sampai jam sepuluh, Maxim selalu menyempatkan waktunya untuk mengajari saya segala hal tentang bahasa mandarin dan juga china pada umumnya. Mulai dari belajar tentang pidato dalam bahasa mandarin, talent show, kaligrafi china, dan juga bagaimana menjawab pertanyaan saat tes wawancara. Bahkan kadang meskipun saya merasa lelah dan ngantuk tapi tidak demikian dengan Maxim. Saya jadi berpikir pantas saja orang china kebanyakan sukses dan kaya raya, karena memang ternyata semangatnya sangat tinggi dan juga tidak pantang menyerah.
Ada beberapa cerita menarik yang tidak pernah saya lupakan saat belajar bersama dengan Maxim. Suatu hari saat sedang belajar bahasa mandarin, tiba-tiba saja ada suatu kejadian yang membuat seisi kelasku tertawa dan BRAK!! Tiba-tiba pula Maxim memukul meja di barisan depan sangat keras sampai semuanya terdiam. Saat itu saya lihat wajah Maxim memerah dan nampak menahan amarah. “Kenapa kalian tertawa?” itulah kalimat yang keluar dari Maxim sesaat setelah memukul meja, seisi kelas tidak ada yang berani menjawab, ternyata Maxim merasa tersinggung karena tidak diperhatikan sama murid-muridnya dan bahkan murid-muridnya malah tertawa. Namun, amarah Maxim ternyata hanya sebentar, saat bel pergantian jam Maxim justru meminta maaf kepada murid-muridnya karena sudah memukul meja tadi dan sudah memarahi mereka. Saat itu juga saya jadi merasa kalah dengan Maxim karena ternyata Maxim berjiwa besar, tidak seperti murid-muridnya yang justru tidak ada niatan minta maaf karena telah menyinggung hati Maxim sebagai gurunya.

Maxim juga tipe guru yang sangat menghargai prestasi muridnya. Ia selalu memberikan kenang-kenangan pada murid-muridnya yang mendapat nilai tertinggi sewaktu ujian. Mulai dari post card , gantungan kunci, sampai CD Aplikasi china Maxim berikan secara cuma-cuma kepada muridnya. Bahkan sewaktu saya mengikuti lomba, Maxim memberikan kuas asli china sekaligus tintanya kepada saya secara gratis dan juga beberapa majalah china dan CD aplikasi. Hal itulah yang juga membuat saya dan murid-murid Maxim yang lainnya semakin semangat dalam belajar bahasa mandarin. Satu hal lagi yangmembuat saya semakin tersanjung dengan Maxim adalah saat pidato perpisahan yang diucapkan oleh Maxim sambil menangis dan mengatakan kalimat-kalimat yang membuat saya dan juga pihak yayasan SMA saya semakin terharu.

Saya minta maaf karena tidak berhasil memberangkatkan anak didik saya ke lomba chinese bridge tingkat internasional. Saya sangat bangga dengan murid-murid disini yang sangat antusias belajar bahasa mandarin. Saya juga suka dengan sarung yang diberikan oleh teman-teman guru, bahkan saya juga membelikan satu sarung untuk ibu saya. Nasi bungkus disini murah, tapi di Jakarta mahal.

Itulah sepenggalan kalimat yang diucapkan Maxim dengan bahasa indonesia meskipun masih terbata-bata tapi kalimat itu benar-benar tulus diucapkannya. Bahkan Maxim sampai menangis dan tidak melanjutkan lagi pidatonya. Dua tahun Maxim menemaniku belajar bahasa mandarin dan sukses membuat saya ingin sekali pergi ke China dan belajar di sana.

Nah, lain lagi ceritanya dengan guru madarinku yang kedua ini. Ia bernama Isha Lao shi dan seorang muslim. Ia memiliki cara mengajar yang juda hampir sama dengan Maxim. Ia memiliki semangat mengajar yang tinggi dan juga sangat memegang prinsipnya. Tapi satu hal yang kadang membuat pembelajaran di dalam kelas tidak begitu sukses adalah Isha lao shi sering tidak cocok dengan guru mandarin pendamping yang asli indonesia. Namun, dibalik itu semua Isha lao shi juga sangat menghargai muridnya bahkan ia berjanji akan menjadi tour guide yang baik ketika ada salah satu muridnya yang bepergian atau belajar ke China. Isha lao shi juga berjanji akan menunjukkan restoran-restoran yang halal bagi seorang muslim seperti dirinya. Hanya itu cerita tentang Isha lao shi mengingat saya hanya belajar bahasa mandarin bersamanya ketika saya kelas 3 SMA dan itupun tidak full selama setahun karena kesibukan mengikuti bimbingan belajar untuk persiapan UAN SMA.


2 komentar: