Senin, 30 Juli 2012

Menguak Hedonisme RSBI, Bisnis atau Pendidikan?


RSBI kini menjadi fenomena yang menarik untuk dibahas dan diteliti seberapa bagus atau unggul mutu dan kualitasnya. Beberapa pertanyaan sering memunculkan rasa penasaran dan keingintahuan semua pihak tentang RSBI yang bahkan secara terang-terangan disampaikan kepada pimpinan sekolah yang menyandang gelar RSBI. RSBI yang menjadi dambaan pemerintah sudahkah benar-benar mengedepankan mutu dan kwalitas? Apakah Sekolah yang Bapak/Ibu pimpin menerima dan menetapkan sumbangan untuk masuk kelas RSBI? Kalau memang benar masuk sekolah RSBI harus membayar sumbangan, berapa besarnya? Apakah sumbangan untuk masuk RSBI itu sudah masuk pada RPS (Rencana Pengembangan Sekolah)? Lalu, apakah sumbangan disekolah Bapak atau Ibu ada SPJ nya? Namun, ironisnya pertanyaan-pertanyaan tersebut mendapat jawaban yang tidak memuaskan atau bahkan sama sekali tidak dijawab oleh pihak sekolah yang bersangkutan.


Fenomena RSBI yang kerap kali disebut sebagai Rintihan Sekolah Bertarif Internasional memang bukan murni keserakahan dari pihak sekolah yang mementingkan keindahan dan kemegahan bangunan sekolah semata, namun juga didukung dengan masyarakat yang belum memahami secara utuh maksud dan tujuan pemerintah diselenggarakannya RSBI. Wali murid merasa sangat bangga ketika putra-putrinya bisa masuk kelas unggulan dengan kata lain “World Class” atau kelas Internasional.



Program RSBI ini benar-benar dijadikan kesempatan emas atau Golden Time bagi sekolah untuk meraup rejeki yang sebanyak-banyaknya atau berbisnis lewat pendidikan. Ada sekolah RSBI yang secara terang-terangan dan terbuka untuk selalu meminta bantuan wajib sekolah kepada wali murid untuk berlomba-lomba mendekorasi kelas atau ruang RSBI penuh dengan prasyarat kemewahan misalnya: ruangan RSBI harus full AC, memiliki CCTV, LCD, Screen Focus, TV control, Satu siswa satu meja, Satu siswa satu laptop, satu guru satu laptop atau yang seringkali disebut “sasisala & sagusala”, kelas dilengkapi dengan audiol visual, kelas harus dilapisi dengan karpet, menyewa guru dari luar negeri dengan gaji standar dollar atau native speaker sesuai dengan kurikulum bahasa asing yang diprogramkan sekolah, melakukan tour internasional dengan biaya yang tidak murah, biaya pelatihan & pembinaan siswa yang selalu diukur dengan biaya yang tinggi, menyewa konsultan dari dalam atau luar negeri dengan biaya yang tidak murah yang semua anggaran tersebut dibebankan pada wali murid atau bahkan mengemis-ngemis kepada pemerintah untuk mengucurkan bantuan dana kepada sekolah.



Namun sekarang pertanyaannya adalah bisakah siswa yang memiliki prestasi, pintar, nilai bagus dan memiliki bukti dengan berbagai sertifikat prestasi tetapi miskin untuk menikmati mewahnya pembelajaran di sekolah yang bertitel RSBI? Lalu, Bagaimana nasib mereka yang sudah kadung terlanjur masuk pada sekolah “World Class” yang terus menerus secara terbuka meminta bantuan wajib kepada mereka? Bagaimana kondisi psikologi mereka ketika teman-teman mereka memiliki fasilitas yang mewah? Haruskah siswa berprestasi tapi miskin ini tereliminasi dari istana kelas RSBI? Hal ini menjadi sasaran isu yang menarik bagi masyarakat umum dan media masa yang dengan keras mengkritik RSBI menjadi Sekolah Bertarif Internasional, sekolah kasta, sekolah hanya untuk orang-orang kaya dan bahkan sampai pada bubarkan RSBI.



Banyak sekali pertanyaan lain yang terus berputar-putar dalam potret pendidikan ala RSBI di Indonesia. Diantaranya, Sudahkan RSBI mengedepankan pelayanan Internasional dan Mutu yang mampu bersaing dikancah internasional? Lalu karekter apa yang ingin dibangun oleh RSBI? Bagaimana RSBI mampu membangun School Culture? Lalu apa sebenarnya yang ingin dicapai oleh sekolah dengan gelar RSBI itu? Cocokkah RSBI di selenggarakan pada sekolah-sekolah di Indonesia yang notabenenya masyarakat Indonesia mudah sekali tertipu atau tergiur dengan hal-hal baru dan aneh? Perlu kah RSBI dibuatkan UUD sendiri? Sudahkah sekolah RSBI bersifat transparan, akuntable, objective, dan non discriminative? Apakah masyarakat Indonesia merasa memiliki “world Class” ini? Sudahkah RSBI mewujudkan School effectiveness (mampu belajar cara belajar/Learning to learn)? Sudahkan RSBI memiliki Sistem Manajemen Mutu yang bagus? Ternyata banyak sekolah yang belum siap untuk menyandang gelar RSBI dipaksakan untuk menjadi RSBI dan banyak sekolah yang beromba-lomba memasukkan proposal ingin mendapatkan gelar RSBI dengan harapan sekolah terlebel Internasional.

Mari kita merenungkan fenomena memprihatinkan ini sejenak. Kriteria sekolah yang layak mendapat gelar kehormatan RSBI antara lain:

1. Ruang kelas yang berstandar internasional adalah dengan syarat jika suhu ruangan yang ada di dalam kelas itu sama sejuknya dengan suhu yang ada di luar kelas
2. Jika sekolah itu memfokuskan pada kepuasan siswa dan juga wali murid
3. Indonesia memiliki musim debu maka standar Internasional baik ruangan maupun kantor tidak perlu dilapisi dengan karpet jika sekolah mencanangkan karpet justru memelihara dan menciptakan debu
4. Jika sekolah tidak ada students bullying (kekerasan baik yang dilakukan oleh siswa maupun gurunya)
5. Jika sekolah itu tidak ada asap rokok , sampah berserakan baik di lantai, tanah, ataupun di laci-laci meja siswa dan toilet yang bersih dan sehat
6. Jika sekolah selalu menyelesaikan komplain dari warga sekolah dan ditangani sampai tuntas dan dengan bijaksana
7. Jika sekolah secara terus menerus melakukan perbaikan, salah satunya dengan membuat angket tingkat kepuasan pelayanan pendidikan yang ada di sekolah ke seluruh warga sekolah dan melakukan tinjauan manajemen secara terus menerus untuk tindakan perbaikan dan selalu mengarah pada peningkatan kualitas pelayanan akademik maupun non akademik
8. Jika sekolah menjunjung tinggi serta menerapkan keramah tamahan kepada seluruh warga sekolah
9. Jika sekolah mampu memberikan pelayanan pendidikan melebihi harapan-harapan dari pelanggannya
10. Jika sekolah dalam mengambil keputusan apapun didasarkan pada fakta dan melibatkan seluruh warga sekolah (memanusiakan manusia)
11. Jika sekolah menyediakan ruang komunikasi bagi semua warga sekolah dan memiliki kemudahan kontak di lingkungan sekolah
12. Jika sekolah ini tidak membedakan si kaya dan si miskin dalam proses pelayanan pendidikan
13. Jika sekolah itu menjunjung tinggi serta mengimplementasikan dengan sadar pada budaya mutu (quality)
14. Jika sekolah itu cinta terhadap kebersihan, penataan ruang dan taman sekolah baik dan indah, serta meletakkan barang sesuai dengan tempatnya, dokumen sekolah mudah dicari, memiliki sasaran mutu yang jelas.
15. Jika sekolah itu memasukkan kurikulum pendidikan pengembangan karakter yang sekarang sedang mengalami degradasi, misalnya mata pelajaran Pancasila, Kewarganegaraan, dan juga Pendidikan Agama
16. Jika sekolah itu menyediakan fasilitas ibadah yang lengkap dan akuadet
17. jika sekolah itu menghargai siswanya yang membawa nama baik sekolah
18. jika sekolah itu turut serta berperan aktif dalam pembangunan Indonesia dan peduli pada lingkungan sekitar.

Semoga tulisan ini dapat memberikan sedikit wacana bagi masyarakat agar tidak mudah tertipu dan terhegemoni dengan lebel RSBI yang ternyata (hemat saya) masih jauh dari makna RSBI yang sesungguhnya. Selain itu, dengan harapan sekolah yang sudah ditunjuk sebagai sekolah Rintisan Bertaraf Internasional segera sadar diri dan tidak mengecewakan program pemerintah dan masyarakat yang sudah dicanangkan sebagai upaya peningkatan kualitas dan mutu pendidikan di Indonesia. Kegagalan pendidikan di Indonesia bukan karena pengaruh dari negara lain atau westernisasi, tapi karena bangsa kita sendiri yang tidak mampu memposisikan diri sebagai insan unggul dan hanya berorientasi pada kepuasan nafsu duniawi dan menomersatukan uang namun mengabaikan mutu dan kualitas pendidikan. Coba kita tengok bersama, apakah tokoh-tokoh terkemuka Indonesia dilahirkan dari sekolah berlabel RSBI? Apakah para pemenang olimpiade tingkat internasional disabet oleh siswa-siswi dari sekolah RSB? Anda tahu sendiri jawabannya.

2 komentar:

  1. mari kita selamatkan pendidikan indonesia.. :)

    BalasHapus
  2. SIP, Betul-betul....potret pendidikan Indonesia sekarang benar2 suram

    BalasHapus