Senin, 27 Agustus 2012

Mathematic Is Rollercoaster For Me

Matematika!!! Satu kata yang ketika disebutkan memberikan efek yang berbeda-beda pada tiap-tiap orang. Efek senang, takut, cemas, khawatir, sebel, bete, cinta, benci, dan sebagainya muncul ketika kata ini disebutkan. Yups, matematika memang seringkali menjadi dilema bagi beberapa orang, bahkan ada yang rela bunuh diri mengambil kelas IPS hanya untuk menghindari Matematika. 


Well, saya juga punya pengalaman yang gak kalah serunya tentang Matematika. Cerita ini bermula ketika saya masih SD. Tahun-tahun pertama saya di SD masih mendapatkan nilai MTK yang memuaskan. Namun, tidak ketika saya mulai duduk di bangku kelas 3 SD, dimana disitu satu pengalaman buruk yang tidak akan terlupakan terjadi. Well, nilai MTK saya untuk materi pembagian dengan cara bersusun adalah NOL. Saat itu juga, secara diam-diam dan tanpa sepengetahuan siapa pun saya langsung merobek kertas ulangan itu. Disitulah sebenarnya awal mula ketidaktertarikan saya pada mata pelajaran MTK. Hal itu terus berlanjut sampai saya kelas lima SD yang otomatis menjadikan nilai saya untuk mapel yang satu ini selalu mencemari nama baik rapor saya. Ya...meskipun gak sampai mendapatkan nilai dibawah 5, tapi nilai 6 dan 7 untuk MTK bagi kedua orang tua saya adalah sangat memalukan. Alhasil, ibu saya pun ikut turun tangan untuk mencoba memperbaiki nilai MTK saya yang jauh dibawah nilai mata pelajaran yang lain. Ternyata usaha ibu saya hanya berbuah hasil sedikit. Namun, tidak ketika ada seorang guru baru yang masuk ke sekolah saya dulu dan menjadi guru MTK. Saya masih ingat betul, gurunya masih lajang, tampan, dan tinggi ditambah kemahirannya dalam MTK dan Bahasa Inggris. Alhasil, karena faktor yang tersebut di atas, saya dan juga teman-teman saya yang perempuan pun semangat belajar MTK dan bahasa inggrisnya yang ternyata hasilnya cukup memuaskan yaitu saat Ujian Akhir SD rata-rata untuk pelajaran MTK dan Bahasa Inggris di sekolah saya mendapat nilai tertinggi di kecamatan. Jadi, disitulah kecintaan saya terhadap MTK mulai bangkit kembali.

Singkat cerita, saya masuk ke salah satu SMP di luar daerah saya. Di sana lagi-lagi saya mendapat guru MTK yang berwajah menarik, namun bedanya kali ini adalah guru perempuan. Hampir sama ciri-ciri fisiknya dengan guru SD saya yang dulu itu, hanya berbeda jenis kelaminnya. Masuk SMP, nilai MTK saya juga cukup memuaskan dan alhasil saya diusulkan oleh guru saya untuk mengikuti seleksi olimpiade tingkat sekolah. Namun, sayangnya saya tidak dimasukkan ke kelas olimpiade MTK tapi malah masuk ke kelas olimpiade Fisika. Dari situ saya coba untuk lebih mencintai Fisika, namun bayang-bayang MTK masih terus mengganggu pikiran. Tapi, ternyata itu dapat diatasi, seiring dengan keluhan dari teman saya yang mengikuti kelas MTK yang katanya benar-benar membutuhkan pikiran dan taktik ekstra untuk menyelesaikan soal, akhirnya saya pun lama kelamaan mulai dapat menyingkirkan keinginan untuk masuk kelas MTK. Apalagi waktu saya melihat secara langsung betapa killernya guru pembimbing di kelas olimpiade MTK di SMP saya dulu. Saya sampai merasa gak tega melihat teman saya yang dimarahin oleh gurunya itu. Saya hanya bersyukur dalam hati karena ternyata tidak dimasukkan ke kelas MTK. Jadi, selama SMP saya menduakan MTK dengan Fisika yang telah berjasa membawa saya keliling Jawa Timur, khususnya yang bagian kediri sampai Malang. 

Namun, beda lagi kisahnya saat saya duduk di bangku SMA. Dimana disana saya mulai disatukan kembali dengan MTK yang sempat saya tinggalkan selama SMP. Alhasil, lagi-lagi saya harus mencoba untuk beradaptasi lagi. Sebenarnya sih saya sudah mulai cocok dengan Fisika, namun saya juga tidak berani membantah ketika dari pihak pengatur kelas olimpiade memasukkan ke klub matematika (kali ini telah berganti nama menjadi Mathematic club, bukan kelas matematika lagi seperti SMP tempo dulu). Selama setahun kurang saya mengikuti bimbingan MTK dan langsung diikutkan ke olimpiade tingkat kota. Dan hasilnya sungguh membuat saya merasa mual, karena ternyata saya sama sekali tidak dapat meraba-raba cara untuk menyelesaikan soal-soal olimpiade yang benar-benar secara sempurna tidak terlihat seperti soal matematika karena amat sangat jarang ditemukan angka ataupun operasi hitung. Seketika itu juga, semangat saya untuk lebih mendalami dunia olimpiade MTK SMA langsung turun, terlebih jujur saja saya lebih tertarik dengan teman-teman yang ada di klub Fisika yang bisa dikatakan lebih cakep-cakep. 

Well, itulah sekelumit kisah tentang me vs matematika yang memang bagaikan jungkir balik dalam kehidupan saya ini. Ada kalanya MTK membawa kesenangan tersendiri, namun ada kalanya pula membuat diri saya menjadi stress, frustasi, dan depresi yang disebabkan beberapa faktor, mulai dari karena soal-soalnya, gurunya, teman sekelas atau satu klub, cara pembelajaraan, dan juga suasana hati saya sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar