Senin, 27 Agustus 2012

Titik Temu Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Bahtsul Masail


Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Bagaimana bisa manusia mencari nafkah, mencari pekerjaan, memenuhi kebutuhannya untuk melanjutkan hidup tanpa pendidikan. Pendidikan bukan hanya berarti mengikuti proses pembelajaran di sekolah, tapi juga segala keadaan dan situasi dimana ada suatu interaksi antara seseorang dengan orang lain dan terjadi pertukaran informasi disana yang menjadikan seseorang yang tidak tahu menjadi tahu. Kali ini saya akan mencoba menjelaskan sedikit tentang salah satu metode pembelajaran yang berdasarkan pada pemecahan masalah.

Menurut UNESCO (Tilaar, 1998:69), “model pembelajaran abad 21 haruslah: “learning to know, learning to do, learning to be, and learning to live together”, siswa bukan hanya duduk diam dan mendengarkan. Siswa harus diberdayakan agar siswa mau serta mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajar (learning to do). Interaksi siswa dengan lingkungannya menuntut mereka untuk memahami pengetahuan yang berkaitan dengan dunia sekitarnya (learning to know). Interaksi tersebut diharapkan siswa dapat membangun jati diri (learning to be). Kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu atau kelompok yang bervariasi akan membentuk kepribadian untuk memahami kemajemukan, melahirkan sikap toleran positif terhadap keanekaragaman individu (learning to live together)


Berangkat dari model pembelajaran yang dicetuskan oleh UNESCO di atas, maka saya mengajak anda semua untuk sedikit menengok kembali model pembelajaran problem based learning atau yang sering disingkat dengan PBL dan juga bahtsul masail. Kedua model pembelajaran ini memiliki goal yang sama, yaitu memecahkan suatu permasalahan, namun apakah dengan metode dan alur yang sama pula?

Apa itu problem based learning?

Merupakan salah satu metode pembelajaran yang dipicu oleh suatu masalah yang mendorong siswa untuk ‘learn to learn’, bekerja secara kooperatif atau team work untuk mencari solusi dari suatu permasalahan nyata. Metode ini mempersiapkan siswa agar dapat berpikir kritis, analitis, dan sistematis.

Seperti apakah problem based learning ini?



Secara garis besar PBL mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Pembelajaran didasarkan pada suatu permasalahan nyata yang kompleks
b. Informasi yang diperlukan untuk memecahkan permasalahn tersebut tidak diberitahukan terlebih dahulu
c. Dilaksanakan dalam kelompok-kelompok kecil yang pada umumnya tetap dan telah dibagi sebelumnya
d. Fokus pada kecakapan berpikir, meliputi ketepatan menyelesaikan masalah, analisis, penetapan keputusan, dan berpikir kritis dan mengungkapkannya secara sistematis.
e. Memerlukan keseimbangan pengetahuan antar disiplin, kecakapan maupun perilaku
f. Terjadi “self directed learning” dan “interdependent learning

Lalu, bagaimana dengan bahtsul masail?

Jika problem based learning digunakan secara umum di berbagai jenjang pendidikan formal, maka bahtsul masail adalah sistem pembelajaran dalam memecahkan masalah yang diterapkan di pondok pesantren. Bahtsul masail merupakan forum pembahasan masalah-masalah yang muncul di kalangan masyarakat yang belum ada hukum dan dalilnya dalam agama, namun pastinya masih dalam aturan empat sumber hukum agama islam.

Seperti apakah bahtsul masail berjalan?

Proses pembelajaran dimulai dengan munculnya suatu permasalahan nyata dan seringkali up to date yang diungkapkan oleh seorang penanya. Peserta lain dapat meminta keterangan lebih lanjut dari deskripsi masalah yang ada kepada penanya untuk memperjelas masalahnya. Setelah itu, seluruh peserta yang telah dibagi dalam kelompok-kelompok kecil mulai mencari berbagai dalil atau hukumnya dari berbagai kitab referensi yang mereka punya. Peserta yang telah mempunyai suatu pendapat langsung mengutarakannya ke forum tentunya melalui moderator yang memimpin jalannya bahtsul masail. Pendapat yang telah masuk akan langsung ditanggapi oleh peserta lain yang pastinya disertai dengan argumen-argumennya dan demikian proses pembelajaran berjalan hingga akhirnya ditemukan kesepakatan hukum dari seluruh peserta bahtsul masail. Apabila terjadi suatu crush atau gesekan-gesekan antar peserta dan masing-masing bersitegang dengan pendapatnya, maka moderator akan menyerahkannya kepada mushohih (jika dalam PBL, setara kedudukan dan fungsinya dengan dosen) yang akan meluruskan permasalahan yang ada.





Secara garis besar, alurnya adalah sebagai berikut
1. Seluruh siswa atau santri memasuki ruangan dan menempati tempatnya masing-masing
2. Terbagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 3-10 orang
3. Masing-masing kelompok membawa kitab-kitab referensinya
4. Moderator membuka acara dan langsung membacakan deskripsi masalah yang diterima dari seorang penanya sebelumnya
5. Peserta dipersilahkan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar masalah yang akan dibahas dan langsung dijelaskan oleh penanya
6. Diskusi pun mulai berlangsung, masing-masing kelompok mengutarakan pendapatnya disertai argumen-argumen dan dalil-dalil dari kitab yang langsung ditanggapi oleh peserta lain dan tentunya melalui perantara moderator

Persamaan PBL dan bahtsul masail

Secara ringkas persamaan antar keduanya adalah sebagai berikut:
- Didasarkan atas suatu permasalahan
- Terdiri dari kelompok-kelompok kecil
- Dibawah pengawasan seorang yang ahli, misalnya dosen atau dalam bahstul masail seorang ustadz atau kyai yang berperan sebagai fasilitator, model dalam pembelajaran, pelatih dan juga narasumber.
- Sama-sama bertujuan untuk menyelesaikan suatu permasalahan

Perbedaan PBL dan bahtsul masail

Secara umum perbedaannya sebagai berikut
1. Materi. Dalam PBL, materi yang dibahas hanya terfokus pada bidang yang memang sedang digelutinya. Misalnya saja PBL yang dilakukan di Fakultas Kedokteran, permasalahan yang dibahas tentu saja seputar dunia kesehatan. Lain halnya dengan bahtsul masail yang uniknya tidak hanya membahas masalah-masalah keagamaan tetapi juga masalah perkembangan politik yang aktual, masalah kesehatan, dan sebagainya.

2. Referensi. Tentu saja bagian yang satu ini berbeda. PBL pastilah bersumber dari buku-buku pengetahuan kontemporer yang umumnya dalam bahasa inggris. Sedangkan bahtsul masail, tentu saja menitikberatkan pada kitab-kitab bahasa arab karangan ilmuwan dari timur tengah. Namun, tak jarang pula terjadi hal sebaliknya. Misalkan saja, saat bahtsul masail sedang membahas hukum tentang inseminasi buatan, tentu saja untuk memeperoleh hukum yang akurat dan tepat, peserta bahtsul masail harus mengetahui tentang inseminasi buatan lebih detail yang pastinya mengharuskan mereka untuk mencari referensi dari buku-buku kontemporer.

3. Sistem penilaian. Jika dalam PBL, pada akhirnya akan ada penilaian baik yang bersifat individual ataupun kelompok, maka dalam bahtsul masail tidak ada sistem penilaian semacam itu.

4. Tujuan yang lain. Selain untuk memecahkan suatu masalah, ternyata kedua metode pembelajaran ini memiliki tujuan lain yang berbeda-beda. Bahtsul masail contohnya. Tujuan lain yang ingin dicapai adalah membangun ukhuwah dan interaksi antar peserta yang berasal dari berbagai pesantren, agar memiliki pedoman dalam menetapkan hukum, untuk menghindarkan terjadinya penundaan suatu masalah karena tidak ada hukum sebelumnya, menghindarkan munculnya jawaban terhadap berbagai persoalan tanpa pedoman yang benar, dan juga menghindari terjadinya gelombang Bid’ah yang semakin merajalela yang menyebabkan perpecahan umat islam.

Dari apa yang saya paparkan di atas, keduanya sama-sama bertujuan untuk memecahkan suatu permasalahan secara bersama-sama yang dijalankan dengan metode yang tepat dan tidak akan merugikan pihak-pihak yang lain serta menambah pengetahuan siswa dan meningkatkan kecakapan mereka dalam berpikir secara kritis, analitis, dan sistematis.

0 komentar:

Posting Komentar