Kota belimbing.
Yups itu adalah salah satu nama lain dari kota blitar, tempat bapak proklamator
negara kita dimakamkan, Ir. Soekarno. Pengalaman berhargaku di kota tersebut
terjadi pada tahun 2009, saat diselenggarakannya POSPEDA IV Provinsi Jawa Timur
dimana kota blitar ditunjuk sebagai tuan rumah event bergengsi di provinsi
jatim ini. Lomba yang berlangsung mulai dari tanggal 11-16 mei sangat berkesan
bagi saya. Why? Selain menambah pengalaman saya dalam mengikuti perlombaan,
juga menyumbangkan angka banyaknya kenalan-kenalan saya dari berbagai daerah di
wilayah jawa timur khususnya, dan juga menambah daftar kota baru yang saya
kunjungi yaitu kota blitar.
Perjalanan saya ke
kota blitar bermula dari pemberitahuan dari pihak pesantren tempat saya belajar
terkait adanya permintaan dari depag kota kediri untuk mengirimkan santrinya
mengikuti POSPEDA IV dalam cabang seni berupa seni pidato. Pesantren saya yang
memang cukup terkenal dengan program bahasa asingnya mendapat kepercayaan dari
depag untuk memilih santrinya yang akan menjadi delegasi kontingen kota kediri
di POSPEDA. Akhirnya ditunjuklah 3 santri putra dan 3 santri putri yang akan
mengikuti lomba pidato bahasa arab, bahasa inggris, dan bahasa indonesia.
Awalnya, bukan saya yang ditunjuk untuk mengikuti pidato bahasa arab. Tapi,
karena persyaratan batas umur yang tidak dipenuhi oleh santri yang ditunjuk
sebelumnya, saya lah yang diminta untuk menggantikannya. Ini terjadi tepat saat
saya kembali ke pesantren setelah liburan selama 2 minggu. Dengan bermodal niat
dan nekat, saya pun menyanggupi permintaan pihak pesantren untuk mengikuti
lomba pidato. Informasi yang saya dapat mengenai lomba ini adalah peserta harus
menyiapkan 5 naskah pidato dengan tema yang berbeda-beda dan harus
menghapalnya. Diantara tema yang masih saya ingat adalah tentang narkoba,
teknologi, kebudayaan, dan 2 tema lainnya. Alhasil, saya pun mulai beraksi
meminta bantuan berbagai pihak untuk membuatkan naskah pidato. Dari 5 naskah
yang disyaratkan, saya baru membuat 3 naskah dan hanya 2 yang benar-benar
menguasainya. Bimbingan dan latihan pun saya ikuti demi kesuksesan saya saat
lomba nanti. Tiap saat ketika jadwal kegiatan di pesantren tidak ada (saat-saat
istirahat siang atau malam), saya dan teman-teman pun giat berlatih. Yups, saya
sadar amanat yang saya emban kali ini bukan lagi dari pesantren tapi langsung
dari pemerintah kota kediri.
Hari H pun tiba.
Pagi setelah mengikuti pendidikan Al-Qur’an, saya dan teman2 pun bersiap untuk
berangkat ke kota blitar. Eits, tapi sebelumnya kami pergi ke kantor depag
untuk mengikuti upacara pelepasa kontingen. Kostum yang kami (kontingen kota
kediri) pakai adalah kaos berwarna kuning, training hitam, dan topi berwarna
putih. Saat upacara itulah saya baru tahu kalau ternyata dari 40 santri, hanya
4 yang berjenis kelamin perempuan, itupun 3 dari pesantren saya dan satunya
lagi dari pesantren tetangga saya (masih dalam satu desa “Lirboyo”). Kami pun
berangkat bersama2 dan langsung menuju tempat rehat yang telah disediakan
panitia. FYI, tempat rehat yang didapatkan oleh kota kami kurang begitu
‘memuaskan’. Why-why? Pasalnya cukup jauh dari pusat kota dan hanya ada 2 kamar
(untuk 40 orang, bisa dibayangkan gimana jadinya) dan karena itulah mushola
yang ada di seberang tempat rehat kami pun menjadi tempat tidur dadakan (jangan
ditiru ya!!!).
Sore setelah kami
sampai di Blitar upacara pembukaan POSPEDA pun dilakukan. Tepat saat kami dalam
perjalanan dari tempat rehat menuju stadion supriadi hujan turun dengan
derasnya. Alhasil, kami keluar dari kendaraan dan masuk ke lapangan dalam
keadaan basah (tp tidak sampai basah kuyup, karena kami cukup cerdik
menghindari tetes air hujan J). Setelah sampai di lapangan, kami segera diminta untuk
membuat barisan dan diberi papan bertuliskan “KOTA KEDIRI” (sebenarnya saat itu
saya jadi teringat dengan daerah saya yg udah saya khianatin “KABUPATEN TEGAL”,
tp ya...mau gimana lagi, di kota kediri lah saat itu saya menimba ilmu). Well,
upacara pun dimulai dan dibuka oleh Gubernur Jawa Timur, Dr. H. Sukarwo, M.Hum
dan diikuti oleh 750 official yang mendampingi atlet dari pesantren di 38
kabupaten/kota provinsi Jatim. Upacara berlangsung sangat meriah, mulai dari
sambutan2, penampilan seni dan budaya jatim, pawai budaya-budaya khas kota
blitar, aksi unjuk diri dari tiap2 kontingen, dan diakhiri dengan senam santri
dari salah satu pesantren di kota blitar.
Hari berikutnya,
peserta dari pesantren saya pun pergi ke UPT Perpustakaan Proklamator Bung
Karno untuk survey tempat lomba cabang pidato 3 bahasa. Singkat cerita, saya
dan teman2 sudah selesai maju berpidato dan langsung dapat mengetahui hasilnya
yang ditampilkan di layar beberapa menit setelah maju. Dari situlah saya sudah
dapat menyimpulkan bahwa saya tidak lolos ke babak berikutnya. Why? Karena
meskipun nilai yang saya dapat cukup tinggi, masih ada beberapa peserta yang
lebih tinggi dari nilai saya, ibarat kata ‘di atas langit masih ada langit’.
Sebuah kalimat yang hingga kini masih terus saya pegang agar tidak menjadikan
saya merasa lebih dari yang lain. Dari 6 orang yang berasal dari pesantren
saya, ada 5 yang mengikuti perlombaan dan hanya 1 yang berhasil masuk babak
final. Satu teman saya dinyatakan tidak lolos persyaratan administrasi karena
ternyata umurnya melebihi batas maksimal yang ditetapkan panitia.
Well, sambil
menyelam minum air. Itulah peribahasa yang pas untuk rombongan peserta dari
pesantren kami yang selagi ada kesempatan berkunjung ke UPT Bung Karno juga
ziarah ke makam sang proklamator yang berada di belakang gedung utama
perpustakaan. Selain itu, kami juga main2 di perpustakaan sambil melihat2
beraneka ragam buku, barang2 peninggalan sejarah, dan lain-lain. Dan tak lupa
pula kami berfoto ria di sana. Kami juga berjalan terus ke belakang makam bung karno
yang ternyata ada pasar batik di sana yang menjual beraneka ragam jenis batik
dari yang termurah hingga termahal. Tak hanya pakaian, ada juga souvenir2 khas
blitar dan aksesoris yang cocok untuk dijadikan oleh2. Namun, fenomena
memprihatinkan juga kami temui. Dimana sepanjang jalan menuju pasar dipenuhi
oleh mereka yang cacat fisik yang meminta-minta kepada siapapun yang
melewatinya. Setelah selesai bergerilya di pasar tersebut, saya dan teman2 pun
meneruskan perjalanannya ke sebuah kebun binatang yang cukup dekat dengan UPT
Bung Karno. Disana beraneka ragam satwa dapat kami lihat (tapi tentunya tak
selengkap di taman safari).
Selain diadakannya
berbagai macam cabang perlombaan, ternyata dari panitia yang bekerja sama
dengan pemda blitar mengadakan pameran besar2an yang cukup dekat juga dengan
lokasi2 tempat perlombaan diadakan. Saya dan teman2 pun menyempatkan diri untuk
mampir kesana. Dan ternyata disana cukup membuat kami pusing, why? Hampir semua
barang yang dijual sukses menarik perhatian kami dan membuat kami pusing karena
tidak punya cukup uang untuk membelinya L. Dalam pameran tersebut juga ada wahana permainan yang cukup
seru, tapi lagi-lagi karena keterbatasan dana kami hanya masuk ke terowongan
hantu yang ya..bisa dibilang gagal membuat kami ketakutan “_”.
Well, itulah
sekelumit kisah perjalanan saya selama berada di kota blitar. Ups, ada satu
lagi kisah unik yang saya alami di kota blitar. Saat itu saya dan teman2 sedang
dlm perjalanan pulang dari pameran dan akan menuju ke tempat istirahat. Salah
satu teman saya tiba2 saja berhenti dan ingin membeli martabak. Alhasil, kami
pun ikut menemaninya untuk membeli. Usut punya usut, saya merasa tidak asing
dengan logat si penjual. Akhirnya, saya pun memberanikan diri untuk bertanya,
“aslinya mana mas?” “saya asli TEGAL, mbak”. Gubrak!!! Whooooaaaa.....!!!
jauh-jauh ke blitar eh...ketemunya malah ama orang tegal yang jualan martabak
(mending kalau si orang tegal tersebut jualan tahu aci khas tegal) L.
Satu hikmah yang
dapat saya ambil dari gagalnya saya dalam mengikuti perlombaan, yaitu informasi
yang jelas tentang lomba, persiapan mental, dan latihan lebih giat. Pasalnya,
ya..jujur saja, saya tidak begitu paham dengan teknis perlombaan khususnya dalam
hal persyaratan naskah yang harus dipersiapkan, juga mental saya yang masih
kelas kacang alias ecek-ecek dan latihan yang bisa dibilang dalam waktu
yang cukup singkat dan hmm...kurang begitu serius. Well, zai jian.....!!!
FYI:
Pekan Olahraga dan Seni Antar Pondok Pesantren Daerah
(Pospeda) Jawa Timur ke- IV di Kota Blitar, tanggal 11 Hingga 16 Mei 2009, akan
di buka langsung oleh Gubernur Jawa Timur Dr. H. Sukarwo, M.Hum
Pembukaan akan berlangsung di Stadion Supriadi kota Blitar Senin sore
11 Mei 2009 mulai sekitar pukul 15 .00 wib. Dengan mempertandingkan
11 cabang olahraga dan 5 cabang seni Pospeda yang mengangkat tema “Dengan
semangat cinta tanah air kita sukseskan Pospeda Propinsi Jawa Timur IV tahun
2009 di Kota Blitar “ akan diikuti sekitar 3000 peserta dari seluruh
kabupaten dan kota di Jawa Timur.
Dalam pospeda kali ini cabang olahraga yang dilombakan
meliputi atletik distadion Supriadi, bola volley di lapangan SMA
negeri 1 kota Blitar, Bola Basket di SMP negeri 1 dan SMA Negeri 1 kota
Blitar. Tenis meja di Balai kelurahan Kepanjenkidul, Pencak silat
di Graha Patria, Sepakbola di Lapangan kelurahan Bendo Kauman dan
Pakunden, Bulu Tangkis di GOR Minarni, Sepaktakraw di Gor Sukarno
Hatta, Karate Aula SMA Negeri 1 Blitar, Catur di Balai Kelurahan
Kepanjen Lor, Senam Santri di Paseban aloon-aloon, Sementara bidang
seni lomba cipta puisi terjemahan Al –Qur’an di Masjid Agung.
Qosidan Rebana dan Qosidah Alternatif di PIPP kota Blitar, Kaligrafi
Murni dan Seni Lukis di Aula Kecamatan Kepanjenkidul, Puitisasi terjemahan
Al-Qur’an di PIPP, Pidato tiga Bahasa di UPT Perpustakaan Proklamator
Bung Karno kota Blitar.
0 komentar:
Posting Komentar